Telling a teenager the facts of life is like giving a fish a bath. – Arnold H. Glasow
Kutipan dari Mas Arnold ini benar adanya.
Remaja, usia yang masih penuh dengan mimpi, keinginan serta ambisi.
Usia yang dipikirannya adalah kepada siapa aku harus mendapatkan hal ini, barang ini, dan kepada siapa aku harus bergantung.
Aku menuliskan ini berdasarkan pengalaman pribadi, dimana hingga saat ini aku masih berkutat pada permasalahan hidup yang diawali pada masa REMAJA.
Pada usia belia, aku dihadapkan pada keadaan yang sangat berat, sebuah efek dari shock yang maha dahsyat. Sebegitu cintanya aku ke abang, sampai akhirnya dia memulai hidup dengan pasangannya. Bagaimana efeknya ke aku? Tidak terima dengan kenyataan, marah, kecewa. Semua bertumpuk dan tak ada obatnya. Tapi, hidup tidak bisa berhenti begitu saja, bukan? Karena aku masih punya seorang adik perempuan yang sekarang beranjak remaja.
Dulu, ketika abang memutuskan untuk menikah, nggak pernah ada yang kasih pengertian ke aku, baik itu mamah, papah maupun orang lain. Maka dengan semakin bertambahnya usia, aku memutuskan untuk kasih pengertian terlebih dahulu kepada dede biar dia nggak shock.
Memang berat ya, tapi lambat laun kenyataan ini pasti akan menghantamnya dengan dua output, marah atau lapang dada. Aku sih berharap dede bisa menerimanya dengan lapang dada, karena ya Tuhan menciptakan manusianya berpasang-pasangan. Betul, kan?
Percakapan dimulai dari keterbukaan, dekat dengan siapa, akan berakhir ke pelaminan atau tidak. Perlu sangat hati-hati berdongeng tentang kisah cinta dan pasangan ke dede, karena kalau nggak gitu caranya, dia bisa meledak tanpa bisa diredam dalam waktu singkat.
Seberapa denial-nya adik atau mereka yang sedang memasuki usia remaja, haruslah tetap diberikan sebuah cerita tentang kenyataan yang kelak akan dihadapinya, untuk meminimalisir sebuah dampak negatif dari respon yang akan diberikannya.
Intinya, aku nggak mau dede jadi kayak aku, ehe he ehe.
Surat kecil untuk dede,
Dede, apapun yang terjadi, aku akan selalu ada untuk dede. Baik itu aku masih single atau aku aku sudah bersama seseorang yang ditakdirkan untukku.
Dede, aku selalu ingat perkataan Mamah-Papah, untuk selalu membawamu kemanapun tujuannya. Tapi, dede, semua itu tidak bisa jika mengingat bahwa manusia diciptakan untuk berpasangan, suatu saat nanti aku akan menikah dan duniaku bisa saja 100% berbeda dengan duniaku saat masih single.
Dede, jika nanti aku menikah, aku akan berusaha untuk bilang ke pasanganku, bahwa aku akan membawamu. Membawamu hidup bersamaku, agar tak kesepian jika tanpaku.
Dede, untuk saat ini memang belum tahu siapa calonku, tapi aku mohon untuk dede dapat menerima semua ini. Menerima bahwa aku sedang menjalin asmara dengan seseorang hingga waktu untuk bersama semakin sedikit. Menerima bahwa bisa saja aku harus membiarkan dede tinggal bersama mamah papah.
Dede, jika perlu aku, aku akan selalu ada di sini untuk dede apapun yang terjadi.
Dede, mari jalani hidup ini dengan bahagia, gapai cita-citamu, dan penuhi semua harapanmu. Aku akan selalu mendukungnya jika itu hal terbaik untuk dede.
Lalu, bagaimana caranya berkomunikasi dengan dede? Perlu diingat, treatment setiap orang pasti berbeda, jadi kamu bisa menyesuaikannya ya.
- Cari waktu yang pas, sebelum tidur atau saat makan berdua
- Mulai pembicaraan ngalor ngidul sebagai pemancing respon
- Sentuh badannya, misalnya elus-elus tangan, rambut, atau peluk sesekali
- Biarkan air mata mengalir sebagai sebuah kata-kata yang tak bisa ia keluarkan
- Berikan kata-kata sayang berulang kali, aku sayang dede, sayang banget sama dede
Begitu cara saya berkomunikasi perihal masa depan dengannya, perihal keuangan, dan segala sesuatu yang harus ia ketahui secara pelan-pelan. Memang, ada remaja yang biasa dengan suara lantang saat diberi tahu perihal sebuah fakta, tapi kembali lagi, setiap orang berbeda-beda caranya.
Remaja dan komunikasi,
Sebuah sinkronisasi rasa untuk terciptanya keharmonisan hidup meski akan selalu ada percikan api didalamnya.
Much Love,
MF