Perpisahan itu memang menyakitkan, terlebih sebuah perpisahan yang terjadi tanpa ada aba-aba atau tanda. Rasa sakit yang hadir itu tidak bisa lagi dituangkan melalui sebuah kata-kata atau rangkaian kalimat puitis.
Dalil menyatakan tiap-tiap manusia akan mengalami kematian, tanpa bisa dihalangi, dan ditunda. Kematian dan perpisahan adalah suatu hal yang hakiki, karena sudah tercatat dalam buku-Nya.
Lalu, bagaimana menyikapi perpisahan yang mengejutkan hingga membuat diri setengah gila. Sosok terdekat dalam hidup yang tiba-tiba meninggalkan kita karena sebuah kematian yang telah menghampirinya.
Jangan terlalu mendramatisir, kata mereka. Tapi, pedihnya luka yang timbul karena perpisahan ini sungguh hanya bisa digambarkan melalui isak tangis histeris bersamaan dengan cucuran air mata.
Perpisahan itu menyakitkan, tapi semua itu adalah kepastian.
Kepastian tentang adanya pertemuan dan perpisahan karena takdir Tuhan. Mengapa begitu sulit mencerna perpisahan ini? Mengapa terus saja mengelak atas jalan suratan hidup mereka yang sudah tertulis rapi? Mengapa mereka harus pergi dengan cara seperti ini?
Semua keraguan dan sesi penyesalan akan datang ketika perpisahan itu datang tanpa persiapan. Berbeda dengan beberapa pihak yang memang secara lapang dada, secara sadar, mempersiapkan diri terkait kehilangan orang terdekatnya.
Sejujurnya, kehilangan cukup menjadi pukulan, kenapa harus terjadi kepada mereka? Kenapa mereka pergi seperti ini? Kenapa mereka seperti ini? Seberapa menderitanya mereka saat hidup hingga akhirnya pergi meninggalkan dunia?
Kita tak pernah tahu, kita hanya diarahkan untuk bersabar, menerima, dan berdoa agar arwahnya menempati posisi terbaik di sisi Tuhan.
Teruntuk Almarhumah Mamah Dedah, yang terlah berpulang pada bulan Januari 2025.
Maaf, pada saat masa-masa kesakitanmu, diri ini tidak sempat menemani karena terjangkit penyakit yang awalnya tidak jelas dan membuat tubuh lemah. Bahkan pada hari kepergianmu, tubuh ini tidak dapat beranjak bangun untuk memberikan salam perpisahan. Kini tak ada lagi batin yang tersiksa. Tak ada lagi fisik yang sakit. Tak ada lagi sosok yang memberi jamuan saat lebaran. Istirahat dengan tenang, Mah.
Teruntuk Almarhumah Erina Julia, yang telah berpulang pada bulan Januari 2025.
Maaf, diri ini tidak sempat bertanya kabar dan kesehatanmu. Bahkan tidak sempat pula bertanya tentang kehidupan yang biasa kita bicarakan. Tenang di sana, bahagia di sana, karena akhirnya bersatu kembali bersama bapak dan ibu. Kesulitanmu tahun-tahun sebelumnya sudah berakhir. Tak ada lagi beban yang kamu pikul, tak ada lagi tangis pada malam kita habiskan di Semarang. Tak ada lagi ucapan ulang tahun tepat di tgl 11 Juli darimu. Tak ada lagi name tag GetContact “Mia Ngalus WB” buatanmu. Meski kita tak akan bisa jumpa diakhirat sana, tapi aku akan tetap berkata, sampai berjumpa lagi, Ka Erina.
Teruntuk Almarhum Rifqie Fadlurrahman, yang terlah berpulang pada bulan Maret 2025.
Maaf, pada fase kesakitanmu, diri ini tidak tahu, dan tidak bertanya seperti biasa apa kabarmu, sehat atau tidak, sudah makan atau belum. Kepergianmu cukup mendadak, ketika diri ini sedang coba beristirahat dari kegiatan harian, lalu mendapati kabar kau telah pergi dan aku tak sempat melihatmu untuk yang terakhir kali. Orang-orang yang pernah bekerja sama denganmu tentu sangat kehilangan sosok periang, pekerja keras dan perhatian kepada sesama. Istirahat yang tenang, tak ada lagi fisik yang sakit, selesai sudah beban dipundakmu yang selama ini dipikul sendiri. Meski tak lagi mampu kau dengar, tapi kau adalah yang terbaik bagi orang sekitarmu. Selamat jalan, Kikay.
Perpisahan itu menyakitkan, tapi perpisahan dan kematian adalah suatu hal yang pasti.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan.”
(QS. Al-Ankabut: 57)