Kaki-kaki kecil itu berjalan menelusuri kehidupan.
Menapaki bumi tanpa alas kaki, menjelajahi hidup tanpa tahu arah.
Iba rasa didada, namun apa yang bisa aku lakukan untuknya?
Mencari secercah harapan pun susah tidak kepalang.
Bahkan tak ada lagi mimpi dihidupnya.
Begitu sulitnya mengarungi hidup yang terlalu kejam pada golongannya.
Tak ada iri hati pada mereka yang dengan tawa melewati semuanya.
Tak ada dengki ketika orang lain mencemoohnya.
Dia penuh dengan apa adanya kehidupannya.
Banting tulang untuk mencari bongkahan emas nan indah.
Tangan-tangan yang berubah menjadi keriput itu tetap pada pendiriannya.
Walau tak tentu arah, tak ada mimpi tapi ia tetap menjalani hidup dengan semestinya.
Orang lain tak tahu, bahkan tak mau tahu kesusahan apa yang sedang dirasakan.
Bekerja tak tentu tugas, makan tak tentu lauknya, dia tetap menjalani hidup dengan penuh bersyukur dan tetap tunduk pada Yang Maha Kuasa.
Dinamika kehidupan yang timbul tak lantas membuatnya lumpuh.
Dia tetap bertahan dengan apa yang dia punya, dengan apa yang dia mampu.
Tubuh kurus itu tetap mendorong gerobak-gerobak mandor nan kikir.
Tanpa pernah dia mempertanyakan “mengapa hanya sebanyak ini?”
Peluh yang semakin membanjiri tubuhnya terus mengalir tanpa pernah ia merasa risih.
Ketika kembali kepada haluannya, dia hanya bisa merebahkan raga tanpa bisa membebaskan f\pikirannya dari apa yang mesti dilakukannya esok hari.
Nyanyian hati hanya bisa dinikmatinya dalam hati.
Tanpa mampu ia mendendangkannya untuk orang lain yang tak akan pernah sama.