Source: Jakarta Globe
Ketimpangan gender masih menjadi masalah besar di Indonesia. Wanita kerap dipandang dan diperlakukan tidak setara dengan pria. Kondisi ini mengusik Royal Golden Eagle (RGE) untuk berbuat sesuatu. Grup yang didirikan dengan nama awal Raja Garuda Mas ini begitu kukuh mengampanyekan kesetaraan gender di dalam perusahaan.
Problem ketidaksetaraan gender di Indonesia ternyata sangat buruk. Dari hari ke hari, ketimpangan antara pria dan wanita bukannya membaik. Hal tersebut terkuak dari data dalam World Economic Forum 2016 yang dihimpun oleh Labor Institute Indonesia.
Posisi negeri kita di dalam Indeks Ketimpangan Gender malah makin memburuk. Pada 2016, skornya mencapai 0,681. Jumlah itu menempatkan Indonesia dalam peringkat ke-88 dari 144 negara yang disurvei dalam penelitian tersebut.
Terjadi penurunan dalam perbaikan ketimpangan gender di Indonesia. Sebagai perbandingan, pada 2006, Indeks Ketimpangan Gender di negeri kita hanya 0,654. Catatan itu menempatkan Indonesia di posisi ke-65 dari 115 negara yang menjadi objek penelitian.
“Peringkat Indonesia di sektor-sektor lain masih mengkhawatirkan. Misalnya kesenjangan gender untuk partisipasi angkatan kerja berada di ranking 118, estimasi pendapatan ranking 107, lulusan sekolah dasar ranking 92, usia harapan hidup ranking 73,” jelas analis politik dan HAM dari Labor Institute Indonesia, Andy W. Sinaga, kepada Rakyat Merdeka Online.
Bukti nyata kesenjangan gender adalah perlakukan diskriminatif terhadap kaum wanita. Contoh mudah diambil misalnya dalam nasib kaum Hawa dalam industri manufaktur. Mudah ditemui pekerja perempuan mendapatkan ketidakadilan dalam pengupahan. Posisi mereka dikategorikan sebagai pekerja lajang walaupun sudah menikah.
Selain itu, para pekerja perempuan masih banyak tidak mendapatkan fasilitas tunjangan keluarga. Hak-hak lain seperti kesempatan mendapatkan kesempatan cuti hamil atau menstruasi juga sering belum diperoleh.
Akan tetapi, perlakukan berbeda ada di grup Royal Golden Eagle. Korporasi skala internasional yang beroperasi dalam pemanfaatan sumber daya alam ini malah mempromosikan kesetaraan gender. Mereka memandang pria dan wanita di dalam perusahaannya pantas mendapatkan hak dan kesempatan yang sama.
RGE tidak hanya menyuarakan kesetaraan gender sebatas slogan belaka. Grup yang awalnya bernama Raja Garuda Mas ini mempraktikkannya secara riil di dalam perusahaannya. Caranya dengan membuka kesempatan bagi para wanita untuk mengemban tanggung jawab yang sama.
Bagi Royal Golden Eagle, tidak ada pekerjaan yang dibatasi hanya khusus untuk pria. Wanita juga boleh mengerjakannya asalkan memiliki kapasitas yang mumpuni. Contoh nyata ada di salah satu anak perusahaannya yang bergerak dalam industri pulp and paper, APRIL Group.
APRIL Group memiliki unit bisnis di Pangkalan Kerinci, PT Andalan Riau Pulp & Paper. Mereka memiliki seorang karyawan wanita yang bernama Lita Safriana. Perempuan yang biasa dipanggil Lita ini rupanya bekerja sebagai pengendara forklift, sebuah pekerjaan yang identik dengan para pria.
Sehari-hari Lita bertugas untuk mengantarkan kertas dari kawasan yang disebut flexi area ke gudang di pabrik PT RAPP di Pangkalan Kerinci, Riau. Flexi area merupakan kawasan di dalam pabrik seluas 1.750 hektare tempat mesin memotong kertas sesuai ukuran yang dikehendaki.
Kertas yang Lita bawa pun tidak sedikit. Dalam sekali pengantaran, Lita bisa mengendarai forklift membawa kertas seberat 500 kilogram hingga 1 ton. Tak aneh, pekerjaan ini sangat identik dengan pria yang memiliki kekuatan fisik lebih besar dibanding wanita.
“Orang sering berpikir pekerjaan ini untuk pria. Banyak cerita mengerikan tentang kecelakaan ketika menjalankannya di pabrik. Tapi, sesudah bekerja di sini lebih dari satu tahun, saya bisa mengatakan semua kisah itu hanya mitos,” ucap Lita seperti dilaporkan Jakarta Globe. “Pertama kali saya bisa merasakan semua pekerja lain melihat ke arah saya ketika mengendarai forklift. Tapi, kini, tidak ada lagi yang menengok heran.”
Pekerjaan itu diperoleh Lita setelah menyingkirkan 52 pelamar lain. Padahal, awalnya, ia tidak tahu sama sekali cara menjalankan forklift. Namun karena tekun belajar, Lita jadi mahir.
“Ketika baru memulai, saya menabrakkan forklift langsung ke dinding. Saya juga merusak cardboard pallet dan setumpuk kertas. Tapi, kini saya sudah menjalankannya secara alami,” papar Lita.
Lita mau menjalankan pekerjaan sebagai pengendali forklift karena merasa gaji yang diperolehnya jauh lebih baik. Sebelumnya Lita pernah bekerja sebagai staf administrasi di sebuah klinik kesehatan dan staf penjualan di Pangkalan Kerinci.
“Saya harus menghidupi ibu dan lima saudara saya. Saya punya kakak laki-laki yang bekerja di perkebunan, tapi penghasilannya tidak cukup untuk menopang seluruh keluarga,” papar Lita.
Lita tahu persis ada risiko bekerja sebagai pengendara forklift. Ancaman untuk celaka ada. Namun, Lita yakin bahwa kecelakaan hanya akan terjadi jika instruksi keselamatan diabaikan. Oleh karena itu, ia mengaku terus mematuhi petunjuk agar keamanannya dalam bekerja terjamin.
BERKEMAMPUAN KHUSUS
Selain Lita, di dalam flexi area PT RAPP ada 12 pekerja wanita lain yang dibawahi oleh supervisor bernama Novriadi. Ia menilai para pekerja wanita malah memiliki kelebihan dibanding para pekerja pria. Salah satu contohnya adalah kehati-hatian.
“Pekerjaan ini membutuhkan kewaspadaan ekstra dan wanita jauh lebih berhati-hati dibanding pria,” papar Novriadi.
Tanggung jawab besar memang diemban pengendara forklift seperti Lita. Bayangkan saja, dalam satu pengantaran, ia biasa membawa kertas yang dirata-rata senilai Rp5 juta. Sedikit saja ada kerusakan, maka produk tersebut akan dibuang dan dinyatakan sebagai barang gagal. Maka, skill mengendalikan forklift wajib dimiliki.
Tak heran, Lita merasa ada kebanggaan tersendiri dari pekerjaannya ini. Sembari bercanda, Lita berkata, “Tidak semua wanita bisa mengendarai forklift. Beberapa orang di kawasan rumah saya bahkan tidak tahu apa itu forklift.”
Anak perusahaan Royal Golden Eagle yang mempromosikan kesetaraan gender bukan hanya APRIL Group dengan unit bisnisnya PT RAPP. Perusahaan lain di bawah naungan RGE juga melakukannya. Salah satu contohnya Asian Agri.
Mereka adalah lini bisnis Royal Golden Eagle yang bergerak dalam industri kelapa sawit. Untuk menyuplai bahan bakunya, Asian Agri mengelola sejumlah perkebunan dengan konsep terbarukan. Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan para petani plasma maupun petani swadaya.
Biasanya pekerjaan di perkebunan kelapa sawit identik dengan para pria. Namun, keberadaan kaum perempuan di perkebunan milik Asian Agri tidak aneh. Salah satu contohnya adalah Anisa Handayani yang bekerja di Environmental, Sustainability, and Corporate Social Responsibility Department.
Sehari-hari Anisa bertugas di perkebunan di Negeri Lama, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Tugas utamanya adalah memastikan pelaksanaan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) and Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). “Pekerjaan saya berkoordinasi dengan pemimpin tim lain untuk memastikan untuk mengecek apakah pelaksanaan perkebunan berkelanjutan diterapkan,” papar Anisa.
Bagi seorang wanita, pekerjaan Anisa tidak mudah. Perkebunan sering membutuhkan pekerjaan fisik yang berat. Tak aneh, dominasi para pria sangat kental. Ini jelas sulit, apalagi Anisa sejak kecil besar di kota seperti Yogyakarta.
Tapi, berkat tekad kuat dan dukungan manajemen serta perusahaan, Anisa berhasil bekerja dengan baik. Salah satu buktinya selama 2014 hingga 2015, tidak ada masalah terkait pengelolaan perkebunan berkelanjutan yang ditemukan di tempatnya.
“Jika tidak diremehkan seperti itu sebelumnya, mungkin saya tidak akan bisa memperlihatkan kemampuan saya,” kata Anisa.
Anisa menunjukkan secara nyata bahwa kaum wanita tidak kalah dengan pria kalau diberi kesempatan. Pemikiran seperti inilah yang tengah didorong oleh Royal Golden Eagle di dalam perusahaannya.