Anak kedua bagaikan korban perasaan keluarga nya.
Anak kedua bagaikan sebuah lambang pengorbanan bagi keluarga nya. Yang mana kepentingan si anak kedua tidak lah terlalu berarti datipada yang pertama maupun terakhir.
Pahit..tapi itu lah hidup.
Perih..tapi itu lah kenyataan yang ada.
Ada kala nya merasa sumpek dirumah ketika orang tua berusaha mempertahankan keinginan anak pertama yang berlawanan dengan si ‘kedua’
Ada kalanya merasa ingin minggat ketika orang tua masih berusaha untuk memenangkan pertarungan si pertama dengan si kedua.
Cinta bukan suatu hal yang dapat dibagi-bagi sesuai dengan kapasitasnya. Namun cinta adalah bagaimana kamu mengartikan setiap tindakan nya.
Apa aku memang tidak di sayang di keluarga ini?
Apa aku cuma kerikil penghalang kehidupan mereka yang indah?
Apa
aku ga diperluin sama mereka?
Pertanyaan-pertanyaan menggelitik nan menyakitkan kadang terbesit.
Mengapa..apakah..kenapa.
Namun ketika seseorang merasa diperlakukan tidak adil dengan yang lain, maka rasa itu akan ada.
Si anak kedua mempunyai harapan untuk bisa pergi kesana bersama orang tua-nya..namun yang terealisasi adalah si anak ketiga yang pergi.
Sakit, bukan?
Pada dasarnya, kisah kecil mengenai anak kedua ini lahir dari rasa ketidak-adilan yang dirasakan nya didalam keluarga.
Ada satu sisi sang orang tua terlalu berlebihan kepada si pertama.
Satu sisi lagi sang orang tua terlalu memanjakan si ketiga.
Sedangkan cinta-nya kepada si kedua kadang sulit tersampaikan dan hanya di point-point yang tidak disadari oleh si kedua.
Anak kedua..bertahanlah disana.
Karena kesakitanmu nanti akan terbayar dengan kesabaran mu.
Anak kedua..tetaplah semangat menjalani hidup yang keras ini.
Karena tanpa ada nya dirimu..tidak utuh keluargamu.
Anak kedua..tertawalah sebisa mungkin untuk mengurangi kesakitan yang ada di batinmu akibat ketidak-adilan yang kau rasakan.